BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah dan Perkembangan Koperasi
Indonesia
Koperasi pertama di Indonesia
dimulai pada penghujung abad ke-19, tepatnya tahun 1895. Pelopor koperasi
pertama di Indonesia adalah R. Aria. Wiriatmaja, yaitu seorang patih di
Purwokerto. Ia mendirikan sebuah bank yang bertujuan menolong para pegawai agar
tidak terjerat oleh lintah darat. Usaha yang didirikannya diberi nama Bank
Penolong dan Tabungan (Hulp en Spaarbank). Perkembangan koperasi yang didirikan
oleh R. Aria. Wiriatmaja semakin baik. Akibatnya setiap gerak-gerik koperasi
tersebut diawasi dan mendapat banyak rintangan dari Belanda. Upaya yang
ditempuh pemerintah kolonial Belanda yaitu dengan mendirikan Algemene
Volkscrediet Bank, rumah gadai, bank
desa, serta lumbung desa.
Pada tahun 1908 melalui Budi
Utomo, Raden Sutomo berusaha mengembangkan koperasi rumah tangga. Akan tetapi
koperasi yang didirikan mengalami kegagalan. Hal itu dikarenakan kurangnya
kesadaran masyarakat akan manfaat koperasi. Pada sekitar tahun 1913, Serikat
Dagang Islam yang berubah menjadi Serikat Islam, mempelopori pula pendirian
koperasi industri kecil dan kerajinan. Koperasi ini juga tidak berhasil, karena
rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya penyuluhan kepada masyarakat, dan miskinnya
pemimpin koperasi pada waktu itu. Setelah dibentuknya panitia koperasi yang
diketuai oleh Dr. DJ. DH. Boeke pada tahun 1920, menyusun peraturan koperasi
No. 91 tahun 1927. Peraturan tersebut berisi persyaratan untuk mendirikan
koperasi, yang lebih longgar dibandingkan peraturan sebelumnya, sehingga
mendorong masyarakat untuk mendirikan koperasi. Setelah diberlakukannya
peraturan tersebut, perkembangan koperasi di Indonesia mulai menunjukkan
tanda-tanda yang menggembirakan.
Selama masa pendudukan Jepang
tahun 1942-1945, usaha-usaha koperasi dipengaruhi oleh asas-asas kemiliteran.
Koperasi yang terkenal pada waktu itu bernama Kumiai. Tujuan Kumiai didirikan
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun pada kenyataan Kumiai hanyalah
tempat untuk mengumpulkan bahan-bahan kebutuhan pokok guna kepentingan Jepang
melawan sekutu. Oleh karena itulah, yang menyebabkan semangat koperasi
masyarakat menjadi lemah. Setelah kemerdekaan, para pemimpin bangsa Indonesia
mengubah tatanan perekonomian liberal kapitalis menjadi tatanan perekonomian
yang sesuai dengan semangat pasal 33 UUD 1945. Berdasarkan pasal itu, bangsa
Indonesia bermaksud untuk menyusun suatu sistem perekonomian usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan. Oleh karena itulah, Muhammad Hatta kemudian
merintis pembangunan koperasi. Perkembangan koperasi pada saat itu cukup pesat,
sehingga beliau dianugerahi gelar Bapak Koperasi. Untuk memantapkan kedudukan
koperasi di Indonesia disusunlah UU No. 25 Tahun 1992.
Keberadaan koperasi di
Indonesia berlandaskan pada pasal 33 UUD 1945 dan UU No, 25 tahun 1992. Pada
penjelasan UUD 1945 pasal 33 (1), koperasi Indonesia berkedudukan sebagai “soko
guru perekonomian nasional” dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan sebagai
sistem perekonomian nasional. Adapun penjelasan UU No. 25 tahun 1992,
menyebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang
atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas
kekeluargaan. Berdasarkan pada pengertian diatas, menunjukkan bahwa koperasi di
Indonesia tidak semata-mata dipandang sebagai bentuk perusahaan yang mempunyai
asas dan prinsip yang khas, namun koperasi juga dipandang sebagai alat untuk
membangun sistem perekonomian Indonesia sesuai yang diamanatkan dalam UUD 1945.
Pertumbuhan koperasi di
Indonesia dimulai sejak tahun 1896 yang selanjutnya berkembang dari waktu ke
waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik
dan turun dengan titik berat lingkup usaha. Jikalau pertumbuhan koperasi yang
pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan simpan-pinjam maka selanjutnya
tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan-kegiatan penyediaan
barang-barang konsumsi dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan
penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi
selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang memiliki
beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil
langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih dulu,
seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi bersama-sama
dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan penyediaan barang-barang
keperluan konsumsi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam, dsb.
Pertumbuhan koperasi di
Indonesia dipelopori R. Aria. Wiriatmaja, mendirikan koperasi yang bergerak
dibidang simpan-pinjam. Untuk memodali koperasi simpan-pinjam tersebut
disamping banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas
mesjid yang dipegangnya. Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak
boleh, maka uang kas mesjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang
sebenarnya. Kegiatan R. Aria. Wiriatmaja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf
Van Westerrode asisten residen wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti
ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffesien (koperasi
simpan-pinjam untuk kaum petani) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti, ia
mulai mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R.
Aria. Wiriatmaja. Dalam hubungan ini kegiatan simpan-pinjam yang dapat
berkembang ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu
diambil dari zakat.
Selanjutnya Boedi Oetomo dan
Serikat Islam mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan
sehari-hari dan keperluan rumah tangga. Perkembangan yang pesat di bidang
perkoperasian yang menyatu dengan kekuatan sosial-politik, menimbulkan
pemerintahan Hindia-Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataannya lebih
cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat kepentingan koperasi.
Dalam hubungan ini pada tahun
1915 diterbitkan Ketetapan Raja no. 431 yang berisi antara lain :
1. Akte pendirian
koperasi dibuat secara notariil
2. Akte pendirian harus
dibuat dalam bahasa Belanda
3. Harus mendapat ijin
dari Gubernur Jenderal
Indonesia termasuk salah satu
negara yang menerbitkan perundang-undangan yang khusus mengatur koperasi. UU
yang berlaku saat ini UU No.25 tahun 1992 tentang perkoperasian, dengan
ciri-ciri secara umum yang dituangkan dalam pasal 2, 3, 4, 5 yang menetapkan
prinsip koperasi Indonesia sebagai berikut:
1. Keanggotaan bersifat
sukarela
2. Pengelolaan dilakukan
secara demokratis
3. Pembagian SHU
dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa-jasa masing-masing anggota
4. Pembagian balas jasa
terbatas terhadap modal
5. Kemandirian
6. Pendidikan
perkoperasian
7. Kerjasama antar
koperasi
2.2 Pengembangan
UKM dan Koperasi sebagai Sistem Ekonomi Kerakyatan
Koperasi sebagai lembaga
ekonomi rakyat yang menggerakkan perekonomian rakyat dalam memacu kesejahteraan
sosial masyarakat. Oleh karena itu, pertumbuhan koperasi dan pertumbuhan bisnis
lainnya dari waktu ke waktu perlu ditingkatkan sehingga koperasi menjadi bagian
substansif dan integralistik dalam perekonomian nasional. Dalam menggerakkan
koperasi dibutuhkan keahlian teknik, ekonomis, sosial, dan ketekunan serta
disiplin tertentu sesuai dengan dinamika keprofesionalan dan derap partisipasi
yang populer dari anggota yang terlibat dari koperasi saat ini dan mendatang.
Pengembangan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang
berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan
ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, pembangunan
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan sehingga terjamin kesempatan yang sama
dalam berusaha dan bekerja, perlindungan hak-hak konsumen serta perlakuan yang
adil bagi seluruh masyarakat.
Tanpa mau terjebak pada
diskusi panjang yang melelahkan tentang berbagai terminologi mengenai gerakan
ekonomi yang bernuansa moralitas, seperti ekonomi pancasila, ekonomi rakyat,
dsb. Yang terpenting semua koperasi dilihat dari substansinya adalah suatu
sistem sosial-ekonomi. Agar tetap survive, dalam tataran operasional koperasi
dituntut untuk memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tingkat
operasi yang efektif. Untuk menjalankan kedua fungsi tersebut dibutuhkan
berbagai teori yang kuat, dan manajemen serta organisasi yang tangguh. UU No.
25 tahun 1992 menetapkan tujuan dan ukuran makro, sedang dalam ukuran mikro,
sebuah koperasi itu dapat dikatakan efektif bilamana usaha koperasi dapat
memberikan manfaat (benefit) bagi para anggotanya.
Dari fenomena tersebut, maka
koperasi harus berkembang dalam suasana kemandirian. Artinya, berkembang atau
tidaknya koperasi sangat tergantung seberapa kuat fundamen internal mendukung
ketercapaian tujuan berkoperasi.
v Ada tiga syarat dasar
yang dibutuhkan untuk keberlangsungan sebuah gerakan koperasi di Indonesia :
1. Tersedianya kepentingan
usaha yang sama dari para anggota yang kuat dan amanah
2. Pemimpin
3. Manajemen yang
profesional
Di masa lalu banyak tumbuh
koperasi di mana-mana. Di tingkatan masyarakat fenomena itu dipacu oleh adanya
peluang memperoleh berbagai fasilitas dari pemerintah bagi koperasi,
setidak-tidaknya itu yang mereka dengar dan baca di media massa. Sementara di
tingkat eksekutif, yakni penyebar fasilitas, jumlah kehadiran koperasi di
wilayahnya merupakan salah satu indikator keberhasilan. Artinya semakin besar
jumlah koperasi yang besar dilahirkan, semakin terang perjalanan karier
politiknya. Dalam perjalanan selanjutnya koperasi seperti ini kehilangan arah,
karena apa yang harus dioperasionalkan? Mereka tidak berangkat dari kebutuhan
hidup nyata yang sama, mereka pun tidak memiliki kesamaan dalam aktivitas
usahanya, maka yang terjadi kemudian adalah koperasi yang mentereng di papan
nama namun kegiatan usahanya tidak ada. Kalaupun ada, tidak memiliki akses
rasional dengan kepentingan anggota.
Bagi sebuah
gerakan ekonomi rakyat, koperasi harus didukung oleh kebutuhan yang sama para
anggota, dengan demikian partisipasi mereka dapat diharapkan. Tanpa itu,
koperasi secara filosofis telah berganti menjadi jawatan karena peran
pemerintah dan juga infra struktur politik lebih dominan. Faktanya di masa
lalu, pemikiran itu tidak menghasilkan apa-apa, jadi jangan ulangi kesalahan
serupa di masa yang akan datang. Penyerahan secara total kehidupan koperasi
pada pemiliknya, yaitu anggota, secara akumulatif akan membentuk sebuah
partisipasi sosial yang bersih dari rekayasa dan artificial.
Sebagai
masyarakat yang memiliki karakter paternalistik, pimpinan merupakan faktor
perekat kohesi sosial para anggota koperasi. Potensi usaha anggota dapat
tergali secara baik bilamana adanya jaminan figur pimpinan yang amanah.
Fenomena itu ternyata tidak hanya terjadi pada kasus-kasus koperasi di
pedesaan, atau koperasi kemasyarakatan saja, namun faktanya juga terjadi di
koperasi fungsional di perkotaan. Pimpinan yang kuat dibutuhkan untuk
mengarahkan koperasi dari jebakan demokrasi kebablasan, akibat penerapan prinsip satu orang satu suara.
Pimpinan yang kuat juga dibutuhkan untuk menjadi jaminan transaksi. Kekuatan
pemimpin koperasi bisa disebabkan oleh kharisma seseorang atau juga pendidikan
dan pengalaman. Namun faktanya ciri kuat saja tidak cukup, karena harus
diimbangi pula oleh sikapnya yang amanah. Pemimpin koperasi yang kuat kerap
menjadi otoriter, nepotisme dan korup sehingga dibutuhkan landasan moralitas.
Pemimpin seperti inilah yang bisa menjadi penjamin keberlangsungan gerakan
koperasi secara hakiki. Mereka bisa salah dalam mengambil keputusan, tetapi
tidak keliru dalam niatnya.
Manajemen profesional
adalah jawaban pasti untuk menghadapi realitas bisnis dewasa ini. Koperasi
berada dalam lingkungan bisnis yang penuh persaingan dan memperoleh sumber daya
ekonominya. Koperasi tidak lahir dari surga yang semuanya dapat diraih tanpa pengorbanan,
namun harus tumbuh dan berkembang dalam suasana penuh konflik dan
ketidakpastian. Manajemen profesional inilah yang juga dapat mengisi kelemahan
teknis pimpinan yang kuat dan amanah. Profesional manajemen diukur oleh
seberapa mampu ia dapat melakukan interaksi bisnisnya secara vertikal dan
horizontal. Negosiasi dan melakukan perhitungan bisnis merupakan salah satu
bentuk kemampuan fungsionalnya. Profil manajemen yang profesional dapat hadir
di koperasi bila sistem organisasi memang kondusif untuk itu. Dalam arti,
syarat pertama dan kedua harus lebih dahulu hadir sebagai pranata dalam gerakan
koperasi.
Pengertian
ekonomi rakyat muncul sebagai akibat adanya kesenjangan sosial ekonomi dalam
masyarakat. Adanya kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat tampak pada
perbedaan pendapatan dan kesejahteraan yang mencolok antara satu kelompok
dengan kelompok yang lain dalam masyarakat. Ada kelompok masyarakat yang
tingkat pendapatan dan kesejahteraannya sangat tinggi, ada kelompok masyarakat
yang tingkat pendapatan dan kesejahteraannya rendah, dan ada pula yang
pendapatan dan kesejahteraannya sangat rendah atau miskin sekali. Kegiatan
ekonomi masyarakat lapisan bawah inilah yang disebut ekonomi rakyat. Sampai
saat ini memang belum ditemukan batasan ekonomi rakyat yang memuaskan semua
pihak. Namun, pendekatan ekonomi rakyat dapat dikenal dari ciri-ciri pokoknya
yang bersifat tradisional, skala usaha kecil, dan kegiatan atau usaha ekonomi
bersifat sekadar untuk bertahan hidup (survive). Salah satu penyebabnya adalah
kesenjangan akibat dari pemilikan sumber daya produksi dan produktivitas yang
tidak sama di antara pelaku ekonomi. Kelompok masyarakat dengan pemilikan
faktor produksi terbatas dan produktivitas rendah yang menghasilkan tingkat
kesejahteraan rendah dihadapkan pada kelompok pelaku ekonomi maju, modern,
berkembang dan kuat. Kesenjangan yang melebar menyebabkan terjadinya dikotomi
di antara pelaku ekonomi kuat dengan pelaku ekonomi lemah.
Keadaan
kesenjangan itu yang telah terjadi dan berlanjut dalam dimensi waktu sejak
zaman pemerintah Belanda dikenal sebagai keadaan yang dualistis. Ini bukan
hanya fenomena yang terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak negara
berkembang lainnya. Dengan perjalanan waktu, terlebih lagi dengan kemajuan
teknologi, perbedaan produktivitas makin tajam, sehingga menyebabkan
seakan-akan ada pengotakan antara pelaku ekonomi penduduk asli yang lemah dan
bersifat tradisional, ekonomi rakyat, dan ekonomi pendatang yang modern dan
kuat.
Sampai
sekarang dualisme dalam perekonomian Indonesia itu belum berhasil dihilangkan,
meskipun integrasi sistem ekonomi tradisional ke dalam sistem ekonomi modern
sudah semakin jauh berlangsung. Dualisme tersebut tidak mudah dihilangkan
begitu saja karena menyangkut masalah penguasaan teknologi, pemilikan modal,
akses ke pasar dan kepada sumber-sumber informasi serta keterampilan manajemen.
Konsep ekonomi rakyat yang kini dikenal luas telah menapaki jalan panjang
berliku-liku.
Beberapa
pemikir yang belakangan gencar memperkenalkan dan selain Bung Hatta
memperjuangkan dilaksanakannya konsep ekonomi rakyat nyaris dapat dijumpai di
banyak tempat dan setiap waktu. Meski demikian, eksistensi konsep ekonomi
rakyat sebagai suatu kebijakan resmi pemerintah hingga kini timbul tenggelam
karena ketidakpastian komitmen rezim yang berkuasa.
Sistem
ekonomi rakyat ini jika diterapkan dengan sungguh-sungguh akan mampu memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya bagi perkembangan individu dan masyarakat
Indonesia sesuai bakat dan kemampuan masing-masing. Namun dalam sistem ini,
harus ada pula mekanisme yang dapat mengendalikan dan mengatasi akibat-akibat
yang bersumber pada praktek monopolistik yang mungkin timbul. Di sinilah letak
pentingnya pelaksanaan undang-undang tentang persaingan sehat (antipraktek
monopoli) dan perlindungan terhadap usaha kecil dan menengah. Tentunya dalam
sebuah bingkai kemitraan usaha yang serasi dan produktif.
Intinya
ekonomi rakyat adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat
sesuai dengan UUD 1945 ayat 1 dan sila keempat Pancasila. Artinya, rakyat harus
berpartisipasi penuh secara demokratis dalam menentukan kebijakan ekonomi dan tidak
menyerahkan begitu saja keputusan ekonomi kepada kekuatan atau mekanisme pasar.
Adapun dalam
capitalism keberadaan UKM dan Koperasi sebagai bagian terbesar dari seluruh
entitas usaha nasional merupakan wujud nyata kehidupan ekonomi rakyat
Indonesia. Posisi seperti itu seharusnya menempatkan peran UKM dan Koperasi
sebagai salah satu pilar utama dalam mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan,
namun hingga kini perkembangannya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan pelaku
ekonomi yang lain. Oleh karena itu pengembangan UKM dan Koperasi harus menjadi
salah satu strategi utama pembangunan nasional yang pelaksanaannya diwujudkan
secara sungguh-sungguh dengan komitmen bersama yang kuat serta didukung oleh
upaya-upaya sistematis dan konseptual secara konsisten dan terus-menerus dengan
melibatkan semua pihak yang berkepentingan (baik pemerintah, swasta, maupun
masyarakat di tingkat nasional, regional, maupun lokal). Barang tentu hal ini
juga harus dibarengi dengan strategi pengembangan usaha besar dalam kerangka
sistem ekonomi kerakyatan. Konsep pengembangan UKM dan Koperasi dalam sistem
ekonomi kerakyatan seyogyanya mempunyai perspektif tentang pentingnya:
1) Peran serta aktif
seluruh komponen masyarakat;
2) Jiwa dan semangat
kewirausahaan yang tinggi;
3) Kebebasan berusaha,
berkreasi dan berinovasi;
4) Kesempatan yang sama
dalam memperoleh pendidikan, teknologi dan informasi;
5) Sistem ekonomi yang
terbuka, transparan dan efisien; dan
6) Mekanisme pasar yang
berkeadilan.
Pengembangan
UKM dan Koperasi menjadi komponen penting bagi program pembangunan nasional
untuk meletakkan landasan pembangunan sistem ekonomi kerakyatan yang
berkelanjutan dan berkeadilan.
2.3 Kelebihan dan Kelemahan Koperasi
v Kelebihan koperasi,
sebagai berikut :
1) Usaha koperasi tidak
hanya diperuntukkan kepada anggotanya saja, tetapi juga untuk masyarakat pada
umumnya
2) Koperasi dapat
melakukan berbagai usaha di berbagai bidang kehidupan ekonomi rakyat
3) SHU yang dihasilkan
koperasi dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha masing-masing
anggota
4) Membantu membuka
lapangan pekerjaan
5) Mendapatkan
kesempatan yang seluas-luasnya dari pemerintah
6) Mendapat bimbingan
dari pemerintah dalam rangka mengembangkan koperasi.
v Kelemahan koperasi,
sebagai berikut :
1) Umumnya terdapat
keterbatasan Sumber Daya Manusia, baik pengurus maupun anggota terhadap pengetahuan
tentang perkoperasian
2) Tidak semua anggota
berperan aktif dalam pengembangan koperasi
3) Koperasi identik
dengan usaha kecil sehingga sulit untuk bersaing dengan badan usaha lain
4) Modal koperasi
relatif terbatas atau kecil dibandingkan dengan badan usaha lain.
Pengurus dan
anggota kurang memiliki jiwa wirausaha sehingga mengalami kesulitan untuk
berkembang.
2.4 Opini
Koperasi merupakan usaha
bersama dari sekelompok orang yang mempunyai kepentingan bersama dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan anggotanya, maka dari itu koperasi harus didukung
oleh kebutuhan yang sama para anggotanya, dengan demikian partisipasi mereka
dapat diharapkan. Peran koperasi untuk kontribusi dalam perekonomian Indonesia
sebenarnya belum mencapai taraf signifikan. Banyak masalah yang menghambat
perkembangan koperasi di Indonesia menjadi problematik yang secara umum masih
dihadapi. Pencapaian misi mulia koperasi pada umumnya masih jauh dari idealisme
semula.
Koperasi yang seharusnya mempunyai
amanah luhur, yaitu membantu pemerintah untuk mewujudkan keadilan ekonomi dan
sosial, belum dapat menjalani perannya secara maksimal. Membangun koperasi
menuju kepada peranan dan kedudukannya diharapkan merupakan hal yang sulit ,
walau bukan merupakan hal yang tidak mungkin. Oleh karena itu, penulis berharap
bahwa dari tulisan tetap ada pada satu titik keyakinan bahwa seburuk apapun
keadaan koperasi saat ini, kalau semua komponen bergerak bersama, tentunya ada
titik terang yang diharapkan muncul. Juga diharapkan mampu menjadi pencerahan
bagi kita semua, tentang bagaimana koperasi dikembalikan kepada cita-cita para
pendiri bangsa ini, menjadikan kegiatan
ekonomi menjadi milik semua rakyat.
Dengan demikian, kesenjangan
ekonomi yang merembet pada kesenjangan sosial dan penyakit-penyakit masyarakat
lainnya dapat dikurangi. Citra koperasi di masyarakat saat ini identik dengan
badan usaha marginal, yang hanya bisa hidup bila mendapat bantuan dari
pemerintah. Tantangan koperasi ke depan sebagai badan usaha adalah harus mampu
bersaing secara sehat sesuai etika dan norma bisnis yang berlaku.
Pendapat mengenai keberadaan unit
usaha koperasi dalam sistem ekonomi Indonesia adalah:
1) Perlunya mengkaji
ulang apakah koperasi masih perlu dipertahankan keberadaannya dalam kegiatan
ekonomi. Pendapat ini menghendaki agar kita tidak perlu mempertahankan koperasi
sebagai unit usaha ekonomi. Pendapat ini mewakili pemikiran baru yang tidak
begitu mempermasalahkan konsentrasi ekonomi dikalangan segelintir orang dalam
masyarakat dan tidak menghendaki adanya pertanda pandangan populis di dalam
masyarakat
2) Unit usaha koperasi
dipandang perlu untuk dipertahankan. Pendapat inilah yang selama ini hidup
dalam pemikiran para birokrat pemerintah
3) Koperasi sebagai
organisasi ekonomi rakyat yang harus bisa dikembangkan menjadi unit usaha yang
kukuh dalam rangka proses demokratisasi ekonomi.
Pendapat ini berdasarkan pada
semangat dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang ingin mengubah hubungan
dialetik ekonomi, dari dialetik kolonial pada jaman penjajahan kepada dialetik
kolonial hubungan ekonomi yang menjadikan rakyat sebagai kekuatan ekonomi.
Selain itu tantangan bagi
dunia usaha, terutama pada pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) mencakup
aspek luas, antara lain:
§ Peningkatan kualitas
SDM dalam hal kemampuan manajemen
§ Organisasi dan
teknologi
§ Kompetensi
kewirausahaan
§ Akses yang lebih luas
terhadap permodalan
§ Informasi pasar yang
transparan
§ Faktor input produksi
lainnya, dan
§ Iklim usaha yang
sehat yang mendukung inovasi, kewirausahaan, dan praktek bisnis serta
persaingan yang sehat.
Masalah mutu Sumber Daya
Manusia pada berbagai perangkat organisasi koperasi menjadi masalah yang
menonjol dan mendapat sorotan. Kendala yang sangat mendasar dalam pemberdayaan
koperasi dan uaha kecil adalah masalah Sumber Daya Manusia. Pengurus dan
karyawan secara bersama-sama ataupun saling menggantikan menjadi pelaku
organisasi yang aktif dalam melayani anggota koperasi.
Keadaan saling menggantikan
seperti itu, banyak terjadi dalam praktek manajemen koperasi Indonesia. Kinerja
ini memiliki dampak terhadap kepuasan pihak-pihak yang memiliki kaitan dengan
pengembangan koperasi, antara lain anggota sebagai pemilik dan manfaat,
pemerintah sebagai pembina serta pihak mitra bisnis yang berperan sebagai pemasok,
distributor, produsen, penyandang dana dan lain sebagainya.
Koperasi merupakan lembaga
yang harus dikelola sebagaimana layaknya lembaga bisnis. Di dalam sebuah
lembaga bisnis diperlukan sebuah pengelolaan yang efekti dan efisien yang
dikenal dengan manajemen. Demikian juga dengan badan usaha koperasi, manajemen
merupakan satu hal yang harus ada demi terwujudnya tujuan yang diharapkan.
Sistem manajemen di lembaga koperasi harus mengarah kepada manajemen
partisipatif yang didalamnya terdapat kebersamaan, keterbukaan, sehingga setiap
anggota koperasi baik yang turut dalam pengelolaan (kepengurusan usaha) ataupun
yang di luar kepengurusan (anggota biasa) memiliki rasa tanggung jawab bersama
dalam organisasi koperasi.
Secara definitif seorang
wirausaha termasuk wirausaha koperasi adalah orang yang mempunyai kemampuan
melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber-sumber
daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan darinya dan mengambil tindakan
yang tepat guna memastikan sukses atau tidaknya. Wirausaha koperasi harus
mempunyai keinginan untuk memajukan organisasi koperasi, baik itu usaha
koperasi maupun usaha anggotanya dengan mementingkan kebutuhan anggotanya. Wirausaha
koperasi harus berani mengambil resiko, karena di dunia penuh dengan
ketidakpastian, sehingga hal-hal yang diharapkan kadang-kadang tidak sesuai
dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu diperlukan seorang
wirausaha yang mempunyai mengambil resiko. Tentu saja pengambilan resiko ini
dilakukan dengan perhitungan-perhitungan yang cermat. Selain bertugas
meningkatkan pelayanan dengan jalan menyediakan berbagai kebutuhan anggotanya,
wirausaha koperasi bertujuan memenuhi kebutuhan nyata anggota koperasi dan
meningkatkan kesejahteraan bersama.
2.5 Solusi
Solusi untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan yang ada di koperasi, kita harus mengkaji dan
merumuskan standar yang jelas, terukur dan objektif untuk menempatkan koperasi
ke dalam pengklasifikasian koperasi maju, kurang maju dan belum maju.
Permasalahan yang mendasar
adalah belum adanya mekanisme yang jelas dan profesional dalam hal pengucuran
kredit penguatan modal yang dapat diterima oleh semua klasifikasi koperasi
(maju, kurang maju dan tidak maju).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, langkah ke
depan yang harus kita lakukan adalah:
1) Mengupayakan
terciptanya mekanisme penyaluran kredit penguatan modal yang aman bagi semua
klasifikasi kelembagaan koperasi
2) Mengoptimalkan
penguatan modal melalui pinjaman non bank, seperti melakukan kerjasama dengan
lembaga-lembaga koperasi di negara lain yang telah memiliki tradisi
perkoperasian yang sudah kuat.
Kemudian terbatasnya rentangan
jaringan kerja/usaha koperasi, telah menyebabkan koperasi tetap saja menjadi
lembaga perekonomian rakyat yang selalu di bawah, tidak berdaya dan tidak
memiliki posisi tawar yang kuat dalam bermitra dengan pelaku-pelaku ekonomi
lainnya. Padahal, di setiap koperasi di Indonesia banyak potensi sumber daya
ekonomi yang dapat digarap untuk dijadikan jaringan kerjasama dengan pihak lain.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, pengadaan kebijakan tentang perintisan
jaringan kerjasama dalam bidang usaha yang profesional perlu segera dibuat.
Perintisan jaringan usaha harus berbasis kepada potensi di wilayah koperasi
berada. Karena dengan ini menarik bagi koperasi dalam membangun jaringan usaha
dengan pihak lain. Contoh menarik dapat kita kemukakan, seperti
pengrajin-pengrajin tenun, batik dan sebagainya juga makanan kecil yang
terhubung dalam kelembagaan koperasi, jelas sangat memiliki potensi untuk
membangun jaringan kerja dengan industri kerajinan sejenis di daerah lain.
Masalah berikutnya, semakin
pudarnya kewibawaan koperasi sebagai lembaga kepercayaan masyarakat. Seperti
contohnya mengapa Bank menjadi tempat bagi orang-orang untuk menyimpan uangnya
tanpa dihantui rasa curiga? Tidak lain karena Bank, berhasil memposisikan diri
di hati masyarakat sebagai lembaga kepercayaan. Jadi, sesungguhnya tidaklah
begitu sulit juga untuk memajukan koperasi, kalau koperasi bisa tumbuh pula
sebagai lembaga kepercayaan masyarakat. Untuk solusinya ada beberapa kebijakan
dasar yanag mesti dibuat, atau kalau sudah ada mesti pula disempurnakan dan
dioptimalkan dengan:
1) Harus ada aturan yang
tegas dan dijamin kekuatan serta kesalahannya oleh peraturan perundangan
tentang aliran dana yang masuk ke koperasi dijamin keamanannya
2) Terhadap pelanggaran,
penyelewengan, penggelapan dan kemacetan hutang yang menimpa koperasi harus
dibuat mekanisme penyelesaian secara hukum. Selama ini, kasus-kasus tersebut
tidak pernah diusut secara tuntas. Pada banyak kasus di Indonesia,
kejadian-kejadian semacam inilah yang telah menyebabkan koperasi kehilangan
kepercayaan di mata masyarakat selama ini.